Cerita Awal Mengenal Orgen

Waktu saya masih SMP, sekitar tahun 1996 seorang Frater datang ke kampung saya, di Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Saat datang, Frater bernama Herman Mayong itu, membawa tas besar. Bentuknya persegi panjang. Melebihi ukuran orang dewasa. 

Saya penasaran, barang apa gerangan. Setelah dibuka, ternyata sebuah alat musik. Frater Mayong kemudian memperkenalkan alat musik itu, namanya keyboard, namun oleh kami anak-anak kampung waktu itu lebih suka menyebutnya orgen. Singkat cerita, Frater Mayong kemudian mengajarkan kunci dasar orgen kepada saya dan beberapa teman yaitu kunci C, Am, F, G, Em, Dm dengan lagu gereja "Hanya Debulah Aku". Lagu itu yang diminta Frater untuk terus dilatih. Saat itu masih meminjam orgen gereja. Setelah ibadah hari Minggu, kami selalu memainkannya, bermain di dalam gereja. Itu jadi awal ketertarikan terhadap orgen.

Lama tidak bermain orgen, tahun 2003 saya kembali menjumpai alat musik itu. Saat itu saya menjadi koster (pembantu pastor) di sebuah gereja di Kota Pontianak. Setiap jam istirahat saya selalu minta izin pastor, untuk masuk ke dalam gereja memainkannya, meskipun agak berbeda dengan orgen punyanya Frater Mayong, karena ada dua atas bawah dan ada bass kakinya. Tapi hal itu tidak mengurangi semangat untuk belajar. Bahkan sampai suatu waktu, stavolt yang digunakan untuk menghidupkan orgen terbakar. Sejak saat itu saya berhenti bermain orgen.

 Sampai akhirnya masuk ke dunia kerja tahun 2007 dan tahun 2013 membeli orgen sendiri seharga 1 juta rupiah. Sejak saat itu saya semakin giat belajar, dan tahun 2017 mulai belajar membuat dan mengaransemen lagu daerah, kemudian tahun 2019 saya jual orgen pertama untuk membeli orgen baru yang lumayan bagus dan sampai saat ini saya masih terus belajar. Sudah 20an lagu daerah berbahasa Dayak Kanayatn yang saya ciptakan. Lagu-lagu itu saya upload ke channel Youtube yang sekaligus jadi tempat penyimpanan file lagu.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama